"Kami menolak kehadiran perusahaan tambang itu karena lokasi penggalian berada di hulu Sungai Air Bengkulu dan jelas mengancam mata air," kata Kepala Desa Rindu Hati Sutan Mukhlis di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan, kegiatan perusahaan itu tidak hanya akan merusak sumber air bersih, tetapi perusahaan juga sudah mengkapling sawah dan kebun masyarakat untuk dijadikan kawasan kuasa pertambangan (KP).
Tidak hanya itu, kata dia, lokasi pencadangan KP yang ditunjuk Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah kepada perusahaan itu juga berada di lokasi penghijauan program kebun bibit rakyat (KBR) dari Dinas Kehutanan setempat.
"Kami jadi bingung karena program antardinas berbenturan di lapangan, jadi kami meminta pemerintah mengkaji ulang pemberian izin itu," katanya.
Sutan juga mempertanyakan proses penyusunan Amdal sama sekali tidak melibatkan masyarakat, ternyata sidang komisi sudah putus tanpa sepengetahuan mereka.
Perusahaan pertambangan PT Bara Mega Quantum mendapat izin kuasa pertambangan seluas 1.999 hektare, di mana sebagaian arealnya mencakup sawah dan kebun kopi serta karet milik warga desa.
Mukhlis mengatakan daya rusak pertambangan sangat besar, padahal warga di sekitar lokasi pertambangan tetap hidup dalam kemiskinan.
"Kecamatan Taba Penanjung dipenuhi perusahaan tambang batu bara selama 20 tahun tetapi masyarakat tetap miskin di daerah kami," katanya.
Sementara itu, Yayasan Ulayat menilai kehadiran perusahaan pertambangan baru itu akan memperparah kerusakan daerah aliran Sungai Air Bengkulu dan berpotensi besar menimbulkan konflik sosial.
"Jika perusahaan itu beroperasi maka hak masyarakat akan akses sumber air bersih akan hilang, konflik akan terjadi," katanya.
Ia mengatakan masyarakat Desa Rindu Hati sudah menolak kehadiran perusahaan itu karena aktivitasnya mengancam lahan garapan dan merusak lingkungan.
Manajer Kampanye Walhi Bengkulu Benny Ardiansyah mengatakan selain PT Bara Mega Quantum yang menyerobot lahan perkebunan dan persawahan warga serta mengancam kerusakan hulu sungai, dua perusahaan tambang lainnya juga berkonflik dengan masyarakat.
Dua perusahaan tersebut bergerak di bidang tambang bijih besi yakni PT Selomoro Banyu Arto di Kabupaten Kaur dan PT Paminglevto di Kabupaten Seluma.
"Dua perusahaan tambang tersebut mengeruk bibir pantai untuk menambang pasir bijih besi," katanya.
Benny mendesak pemerintah mengkaji ulang izin ketiga perusahaan tambang batu bara tersebut sebab potensi konflik sosial dengan daya rusak lingkungan yang tinggi. (RNI)
Sumber AntaraBengkulu : Link http://antarabengkulu.com/berita/2286/warga-tolak-kehadiran-tambang-batu-bara
0 comments :
Posting Komentar