Terkait masuknya tiga desa di wilayah Kecamatan Seluma Utara dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), sebagaimana klaim pihak Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, ditanggapi Bupati Seluma H. Murman Effendi, SE, SH. Orang nomor satu di pemerintahan Bumi Serasan Seijoan ini, berpadangan kalau masyarakat di desa itu adalah korban. Mereka korban kelalaian pemerintah daerah tahun 1998, yang tidak kunjung mengeluarkan desa-desa itu dari hutan Negara (kawasan konservasi).
Diketahui, tiga desa yang masuk dalam kawasan HPT tersebut adalah, Lubuk Resam, Sekalak serta dua dusun di Desa Puguk. Desa Sinar Pagi dan Talang Empat. Pemasangan patok HPT dilakukan tahun 1988. Tanpa sosialisasi dan sepengetahuan masyarakat ketiga desa tersebut. Saat masyarakat mengetahui kalau desanya masuk dalam hutan negara, mereka langsung protes dan meminta agar kawasan tersebut dijadikan hutan rakyat, sehingga bisa dikelola warga desa tersebut.
Dikatakan Bupati yang akrab disapa Ujang Puguk (UP), masyarakat hanya tahu batas hutan negara dan hutan rakyat adalah patok BW. Patok yang dipasang zaman Hindia Belanda ini hingga sekarang masih ada. Serta masih dianggap masyarakat sebagai batas hutan negara dan hutan rakyat.
‘’Menindaklanjuti keberatan masyarakat ini, tahun 1998, Gubernur Ajiz Ahmad menerbitkan keputusan nomor 305. Salah satu poin pentingnya, pada pasal 5, dinyatakan bila setelah pemasangan tapal ditemukan desa, kebun dan pemukiman yang sudah ada sebelum pemasatangan patok, maka diinclave atau dikeluarkan dari hutan negara,’’ ungkap Bupati.
Meski sudah ada keputusan gubernur tersebut, tetapi kenyatanyataannya sampai sekarang belum juga diinclave. Sehingga warga di tiga desa tersebut masih berada dalam HPT. Sewaktu-waktu, dengan berbagai alasan negera bisa menggusur mereka. Karena berada di kawasan hutan negara.
Sementara Pihak Dinas Kehutanan Provinsi, beberapa waktu lalu saat melakukan peninjauan ke lokasi, menerangkan kalau pengajuan alih fungsi dari hutan negara menjadi hutan rakyat tersebut sudah diusulkan. Bahkan sudah tiga kali. Tetapi, diakuinya kalau sampai sekarang belum ada persetujuan dari pusat (Menhut). Dinas Kehutanan provinsi sendiri mengaku tidak tahu persis persoalannya.(sip)
Sumber : http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver2/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=277
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments :
Posting Komentar