Kasus sangketa lahan seluas 220 ha yang berada di desa “Jabi lama” antara tujuh (7) warga Desa Jabi baru (eks warga desa Jabi lama) beserta keluarga besar yang saat ini sudah menyebar dan bermukim di luar desa dengan pihak perusahaan perkebunan sawit,PT Grand Jaya Niaga masih berlanjut dan belum ada proses penyelesaian.
Tujuh (7) orang warga desa Jabi baru: Sainun (mantan kades Desa Jabi lama tahun 1975-78),Sukman (Mantan kades Jabi baru 2000-2005),Sofyan,Sudi,Mus,Aisiyah dan Juna yang didukung oleh keluarga besar masih menuntut pihak PT Grand Jaya Niaga untuk mengembalikan lahan milik mereka yang sudah puluhan tahun menjadi sumber ekonomi utama untuk menafkahi keluarga.
Tujuh warga tersebut juga menuntut agar aktor-aktor yang sudah menjual lahan desa Jabi Lama seperti: Abdul khalik alias Alex (mantan PJS kades Jabi Baru thn 2008),Hermansyah (Sekdes Desi jabi baru 2001-2011), Donni (warga Desa Tanjung Alay),Sidar (warga Desa Jabi) dan Sahlil (warga Desa Tanjung Alay dan saat ini menjadi salah satu karyawan PT Grand Jaya Niaga) agar diperiksa dan diproses secara hukum.
Sedangkan pihak perwakilan PT Grand jaya Niaga mengatakan bahwa sebelum adanya transaksi pembelian lahan desa Jabi lama, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan perangkat desa dan sudah melakukan sosialisasi ke warga desa Jabi. Pihak perusahaan juga sudah memberitahukan dan memberikan tenggang waktu selama 3 bulan, apabila ada tanah/ladang warga yang masuk dalam pengukuran Perusahaan,mereka mempersilahkan warga tersebut untuk melakukan protes sehingga perusahaan akan “memblock” tanah warga tersebut. Pihak perusahaan juga mengklaim bahwa mereka memiliki alat bukti proses transaksi pembelian lahan dari warga seperti tandatangan warga yang telah menjual tanah dan foto yang terkait dengan hal itu.
Pada hari Rabu tanggal 20 April 2011 team dari Ulayat melakukan investigasi ke lokasi untuk menggali informasi dari berbagai stakeholder terkait dan melakukan tringulasi terhadap informasi-informasi yang seblumnya telah kami dapatkan baik dari warga yang selama ini telah dirugikan dan dari pihak PT Grand Jaya Niaga.
Pandangan Perangkat Desa Jabi Baru terhadap kasus konflik lahan Desa Jabi lama
Team Ulayat tiba di Desa jabi Baru sekitar pukul 16.00 dan langsung menuju kantor kepala Desa Jabi. Setiba dikantor kepal desa kami dilayani oleh Kasi pemerintahan,bapak Albani. Bapak Albani yang juga merupakan ayah dari Kepala desa Jabi,Darna Hartati menjelaskan kronologis kasus penjulan lahan Desa Jabi lama.
Menurut bapak Albani, sejak kasus penjualan lahan di desa`lama ini mencuat ke permukaan pada Maret 2008,dia sudah berusaha mengingatkan kades (Khairul Khalik) dan Sekdes (Hermansyah) untuk tidak menjual tanah di desa Jabi lama. Hal ini disebabkan bahwa status tanah tersebut merupakan tanah ulayat yang sudah dikelola puluhan tahun oleh warga dan tidak bisa dijual belikan begitu saja oleh pihak siapapun dan ke pihak manapun. Dalam pandanganya status tanah ulayat merupakan tanah komunal/kolektif masyarakat bukan tanah hak milik individu tertentu.
Warga dibolehkan memfungsikan atau membuka lahan tersebut untuk berladang tetapi sifatnya hanya hak pakai bukan hak milik. Jika tanah Ulayat tersebut di jual maka suatu saat akan menimbulkan permasalahan dan akan terjadi konflik akan tetapi saran dan masukannya tidak didengar oleh kades,Sekdes dan warga Desa Jabi.
Bapak Albani membantah bahwa perusahaan sudah melakukan proses sosialisasi ke masayarakat Jabi dan menurutnya yang terjadi adalah pihak kades dan Sekdes memberitahukan ke warga Desa Jabi baru untuk berkumpul di rumah Hermansyah,Sekdes Jabi baru. Pertemuan tersebut dalam rangka membagikan uang kepada warga tetapi menurutnya saat itu pihak sekdes tidak menjelaskan sebelumnya uang sebesar 5.000.000-11.000.000 diperuntukkan buat apa.
45 warga yang hadir (mayoritas ibu rumah tangga) hanya dibagikan uang dan diminta untuk tanda tangan? Tiga (3) bulan setelah pembagian uang tersebut, masyarakat baru sadar bahwa uang yang sudah mereka dapatkan tersebut adalah hasil penjualan tanah desa Jabi lama. Mendapatkan informasi bahwa uang yang dibagikan tersebut merupakan hasil penjualan tanah desa Jabi lama beberapa warga seperti bapak Sainun, Sukman, Sofyan, Sudi, Ibu Asyiyah, Juna dan Mus yang selama ini sudah melakukan aktivitas di Desa jabi lama tersebut melakukan protes kepada kades dan Sekdes dan mencoba merebut kembali lahan/ladang mereka.
Bapak Albani mengakui bahwa ke tujuh orang tersebut sudah puluhan tahun membuka lahan di desa Jabi lama dan merupakan eks warga Desa Jabi lama. Menurutnya ada beberapa keganjilan dalam proses penjulan lahan desa jabi lama tersebut:
- Pihak Kades dan Sekdes tidak menginformasikan tujuan mengumpulkan warga di rumah Hermasyah tersebut tetapi hanya menginformasikan ada pembagian uang.
- Dalam peraturan, 1 SKT luasnya 2 ha tetapi 1 SKT yang dikeluarkan kades dan sekdes saat itu seluas 4,6 ha.
- Pada tanggal 25-02-2009 pihak kades dan Sekdes membuat SKT tetapi tidak ada SP.
- Berdasarkan SK Bupati luas lahan PT Grand Jaya Niaga 220 ha tetapi yang dikalim oleh PT Grand luasnya sekitar sekitar 400 ha.
- Warga desa jabi berjumlah 50 KK dan sekitar 45 KK tidak pernah membuka buka lahan di desa Jabi lama tetapi mereka (45 KK) yang tidak memliki hak atas lahan tersebut mendapatkan uang dari Kades dan sekdes.
Pada tahun 2009 kades Jabi,Dana Hartanti sudah tiga kali mengirimkan surat yang ditujukan ke kantor Kecamatan Napal Putih dengan tembusan kepada Kapolsek Napal Putih,Danramil Ketahun,Ketua DPRD tkt II dan LSM.
Surat pertama bernomor 084/D/DJ/Np/2009 Perihal “ Laporan PT Grand telah Merambah Tanah Wilayah Desa Jabi” dikirimkan pada tanggal 2 Oktober 2009. Isi surat tersebut memberitahukan bahwa PT Grand jaya Niaga telah merambah hutan wilayah Desa Jabi tanpa sepengetahuan kepala Desa Jabi dan lahan yang sedang digarap oleh PT Grand tersebut merupakan lahan yang sudah dihibahkan oleh masayarakat desa jabi untuk kepentingan/kebutuhan transmigrasi dan tambahan penduduk desa Jabi. Isi surat tersebut juga mengingatkan apabila pihak kecamatan lambat mengatasi permasalahan ini maka mereka kwatir akan terjadi “Pertumpahan darah” baik antara sesama warga atau warga dengan pihak perusahaan.
Surat kedua bernomor 101/DJ/Np/2009 perihal “ laporan lahan yang dibuka oleh PT Grand Jaya Niaga” dikirim pada tanggal 31 Desember 2009. Isinya surat tersebut menginformasikan bahwa lahan yang telah dibuka oleh PT Grand Jaya Niaga di wilayah Desa Jabi merupakan: 1. Lahan Alokasi cadangan untuk transmigrasi Desa Jabi, 2. Lahan tabah penduduk Desa Jabi.
Setelah tiga kali (3 X) Pihak Kades mengirimkan surat ke pihak kecamatan dan Perusahaan,pada tahun 2009 pihak PT Grand diwakili oleh Bambang (Manager) dan Thamrin (Koordinator Lapangan) di dampingi LBH ( Bapak Alibani sudah lupa nama yang mewakili dari LBH tersebut. Dia hanya ingat bahwa rumah orang LBH tersebut tinggal di Pinang Mas,tidak jauh dari kantor pos dan asalnya dari Selatan) datang menemui kepala Desa Jabi. Menurut bapak Alibani,setelah pihak desa menjelaskan status lahan di desa jabi lama tersebut, bapak Bambang justru kebingungan dan orang LBH tersebut justru membenarkan dan mendukung apa yang disampaikan oleh pihak perangkat Desa bahwa tanah/lahan tersebut berstatus tanah ulayat dan tidak bisa dijualbelikan.
Team Ulayat juga menanyakan sikap perangkat desa terkait aksi pengusiran PT Grand jaya Niaga yang terjadi pada hari senin tanggal 11 April 2011. Menurut bapak Alibani dan seorang staff desa, sebelumnya mereka sudah mengetahui rencana demontrasi warga tersebut tetapi mereka mengatakan bahwa yang melakukan demontrasi menuntut lahan desa jabi ke pihak PT Grand jaya Niaga mayoritas bukan warga desa Jabi tetapi orang luar desa jabi yang tinggal di kota Bengkulu, Putri Hijau dan Napal Putih. Dia juga menegaskan bahwa warga Desa Jabi tidak menuntut apapun terhadap perusahaan. Untuk mengatasi sangketa lahan Desa jabi lama pihak desa memberikan solusi:
- Meminta pengukuran kembali atas lahan desa jabi lama yang melibatkan Pihak kabupaten,kecamatan,PPN,Warga desa Jabi dan Perusahaan.
- Kebijakan transmigrasi dan penambahan penduduk di desa Jabi segera diimplementasikan.
Pandangan Kepala Desa dan warga D4 terhadap terhadap kasus konflik
Lahan di Desa D4.
Bapak Jumari,salah satu warga D 4 yang kami temui pada hari kamis (21-04-2011) mengatakan bahwa informasi tentang perampasan lahan milik warga D4 yang dilakukan oleh PT Grand jaya Niaga benar adanya tetapi sampai saat ini PT Grand baru melakukan perintisan dan sudah menebas sekitar 2 ha lahan milik bapak Joko dan 1 ha milik bapak Timin yang sudah ditanami karet dan sawit. Tindakan PT Grand sudah diantisipasi oleh warga D4 dan saat karyawan PT Grand melakukan aktivitas di lahan warga D4,warga mendatangi pihak dan mengingatkan untuk menghentikan aktivitas dan tidak mengganggu lahan warga yang sudah memliki SKT atau sertifikat.
Setelah kejadian tersebut dan sampai saat ini PT Grand jaya Niaga tidak pernah mengaganggu lagi. Sedangkan kepala desa D4,bapak Heru membenarkan informasi yang disampaikan oleh warga tersebut. Dia mengatakan perampasan lahan di wilayah terjadi di di RW 08 dusun 02. Selama ini ada pihak dari PT Grand jaya Niaga yang mengklaim sudah membeli lahan warga D4 tetapi menurutnya informasi itu merupakan permainan Perusahaan dan warga desa D4 tidak pernah menjual lahan mereka dan sebagai kepala desa D4 dia juga tidak pernah dibertahukan oleh pihak perusahaan. Pada tahun 2010 PT Grand pernah mengundang kepala Desa D4 untuk menghadiri pertemuan tetapi bapak heru menolak untuk hadir.
Bapak Heru menduga bahwa yang menjual lahan di wilayahnya ke pihak PT Grand Jaya Niaga adalah warga dari Desa Talang Berantai karna sampai saat ini masalah penentuan batas wilayah antara desa D4 dan desa Talang Berantai masih sangketa. Dari pihak agraria sudah melakukan pengukuran terhadap batas wilayah tetapi antara perangkat desa D4 dan talang berantai belum ada kesepakatan untuk penentuan batas wilayah. Batas wilayah D4 dengan desa jabi patokanya di PT Muis,di Timur batasnya dengan sungai urai dan diselatan berbatasan dengan Air terjun.
Bapak Heru juga menegaskan bahwa perangkat desa dan warga D4 tidak memliki urusan dengan pihak PT Grand Jaya Niaga tetapi bila lahan yang berada di wilayah masih diganggu oleh perusahaan maka dia akan turun tangan langsung untuk menghadapi hal ini dan melarang warganya untuk melakukan demontrasi ke pihak perusahaan.
Tanggapan warga atas Pernyataan PT Grand Jaya Niaga
Bapak Sukman (mantan kades Jabi 2000-2005) membantah apa disampaikan oleh pihak perusahaan terkait proses penjualan tanah desa Jabi lama. Menurutnya pihak perusahaan belum melakukan sosialisasi ke warga desa Jabi terkhusus warga yang sudah membuka lahan di areal tanah desa Jabi lama. Sosialisasi perusahaan tersebut mungkin berkaitan dengan pertemuan pada tanggal 26 Maret 2008 yang diprakarsai oleh pihak sekdes,bapak Herwansyah. Bapak herwansyah hanya menginformasikan warga untuk berkumpul di rumahnya karna akan ada pembagian uang tanpa menjelaskan lebih detail tujuan pembagian uang tersebut.
Bapak Sukman mengakui bahwa istrinya adalah satu orang yang menerima uang sebesar 11.000.000 yang dibagikan oleh Sekdes dan saat itu dia ada di pertemuan tersebut. Kami menanyakan “mengapa bapak Sukman tidak bisa mencegah istri untuk tidak mengmbil uang yang belum jelas peruntukkanya? ” dia hanya menjawab “ saya hanya melihat-lihat saja dan belum mengetahui tujuan pembagian duit tersebut untuk apa”
Bapak Sainun (mantan Kades desa Jabi lama 1975-78) mengatakan bahwa dia tidak pernah diinformasikan oleh pihak perusahaan terkait jual beli tanah di desa Jabi lama dan mengatakan bahwa Khalik (kades 2008),Hermansayah (Sekdes), Donni,Sidar dan sahlil adalah pelaku penjual lahan mereka ke pihak perusahaan. “ Jika Hermansayah,Alex, Donni,Sidar dan Sahlil pernah membuka lahan di desa Jabi lama silahkan mereka untuk menunjukkan dimana letak lahan mereka dan ambillah lahan itu,jika lahan itu adalah ladang mereka” ujarnya kepada team Ulayat.
Kesimpulan
Akar permasalahan sangketa lahan antara 7 warga eks Desa jabi lama dan keluarga besar dengan pihak PT Grand Jaya Niaga bersumber dari penjualan lahan 220 ha Desa jabi lama yang dilakukan oleh perangkat desa jabi,terutama kades (Khlaik) dan sekdes (Hermasyah) dibantu oleh beberapa orang baik yang tinggal di desa Jabi dan dari desa`tetangga,Tanjung Alay. Perangkat desa Jabi (2008) secara sistematis dan terencana sudah melakukan penipuan terhadap warga desa Jabi, merubah batas wilayah Desa Jabi dan Tanjung Alay, memalsukan tanda tangan dan cap Desa Jabi lama terkait pernyataan kesepakatan batas wilayah,menerbitkan SKT yang ganjil (1 SKT 4,6 ha buat perusahaan), mengeluarkan SKT tanpa SP dan mengundang serta membagikan uang ke warga desa Jabi yang tidak pernah membuka lahan di desa Jabi lama.
7 (tujuh) warga desa Jabi dan keluarga besar ( tersebar dan bermukim di luar desa Jabi) yang menuntut hak atas lahan mereka yang sudah dijual oleh perangkat desa ke pihak perusahaan memliki beberapa kelemahan:
- Selama membuka lahan tidak berusaha mengurus SKT dan SP.
- Belum memetakan dan mengetahui secara detail berapa luas lahan yang sudah mereka buka,tidak memberikan tanda atau patok atas lahan yang sudah mereka kelola, belum mengetahu batas-batas antara lahan yang mereka dengan lahan warga lainya dan tidak menjaga atau merawat secara intens atas lahan mereka.
- Warga yang merasa tanahnya sudah dijual tidak berusaha menuntut dan melaporkan pelaku penjual ke pihak kepolisian. Selama ini warga hanya menuntut hak ke pihak perusahaan tanpa mempertimbangkan untuk memperkarakan aktor utama melalui proses hukum.
- Sebagain warga khususnya dari keluarga besar sudah tidak tinggal di Desa Jabi dan tidak mengolah lahan di desa `Jabi lama sehingga hal ini menyulitkan untuk membangun kekuatan.
Sedangkan dari pihak PT Grand Jaya Niaga selama ini tidak mengkaji secara mendalam tentang sejarah desa Jabi,tidak menganalisis kehidupan sosial masayarakat, tidak melakukan pengecekan status lahan yang akan mereka beli,tidak melakukan sosialisasi secara langsung ke masayarakat dan tidak melakukan verifikasi ke lokasi untuk membuktikkan bahwa mereka sudah membeli lahan dari warga. Sepertinya pihak perusahaan hanya berkoordinasi dengan Perangkat desa saja atau ke individu-individu yang memliki kepentingan untuk meraup keuntungannya sendiri.
Rekomendasi
- Tujuh warga desa Jabi yang yang selama ini membuka lahan di lahan desa Jabi lama dan keluarga besar melakukan pemetaan ulang atas lahan-lahan mereka;menentukan dimana lokasi lahan dan berapa luas yang selama ini digarap; membuat tanda atau patok untuk menentukan batas lahan.
- Team Ulayat dan Walhi melakukan koordinasi dengan pihak PT Grand Jaya Niaga untuk mendorong pihak perusahaan bertemu dengan warga yang selama ini merasa sudah dirugikan.
- Team Ulayat dan Walhi berperan dan berfungsi sebagai mediator.
0 comments :
Posting Komentar