Kedurai Agung secara rutin dilakukan oleh masyarakat suku Rejang, baik yang bermukim di Lebong, Rejang Lebong maupun diwilayah pesisir. Di desa Air Napal Kecamatan Bang Haji Kabupaten Bengkulu Tengah, Kedurai Agung dilakukan atas inisiatif masyarakat 14 desa yang tergabung dalam forum masyarakat sungai limau bersatau (MSLB).
Suku Rejang di wilayah Sungai Lemau, Kecamatan Bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah, menyelenggarakan Kedurai Agung sebagai upaya agar terhindar dari malapetaka, pada hari Jum’at (29 Juli 2011). Ritual adat itu diadakan di desa Air Napal (Sungai Lemau), dengan menghamparkan sesajen kepada leluhur. Setelah dua puluh tahun kegiatan ini ditinggalkan, Kedurai Agung khas suku Rejang kembali dilaksanakan di Desa Air Napal, Kecamatan bang Haji, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Di sepanjang Sungai Lemau terdapat lebih dari 20 (dua puluh) desa keseluruhan desa tersebut dihuni oleh suku Rejang salah satunya yang terbesar adalah marga Jurukalang. Menurut cerita masyarakat dan tetua adat, suku Rejang salah satu suku tertua di Sumatera dan diyakini menjadi cikal-bakal masyarakat Bengkulu. Dalam percakapan sehari-hari, mereka bertutur dengan bahasa Rejang yang nyaris punah karena kini semakin jarang digunakan masyarakat setempat.
Desa Air Napal bisa ditempuh kurang-lebih dua jam perjalanan darat dari kota Bengkulu, dan jarak yang sama dari ibu kota Kabupaten Bengkulu Tengah. Untuk menuju ke desa yang berada di sekitar gunung bungkuk ini, beberapa perbukitan dan perkebunan sawit harus dilalui, dan cukup menggunakan kendaraan roda dua (sepeda motor) atau kendaraan rota empat atau lebih.
Sejak hari kamis tanggal 28 Juli 2011, Tun Jang (sebutan untuk orang Rejang) telah berkumpul di lokasi ritual, Mereka bergotong-royong menyiapkan berbagai peralatan untuk melaksanakan Kedurai Agung yang ditinggalkan selama dua puluh tahun terakhir.
Kedurai Agung dan prosesi ritual adatpun dilakukan pada esok hari (Jum’at 29 Juli 211). Masyarakat berkumpul dan para undangan dari berbagai desa dalam satu kecamatan hadir di lokasi kedurai. Setelah acara seremoni sambutan demi sambutan telah disampaikan, para iman dan tetua adat mulai membaca doa dan inti dari Kedurai Agung dimulai.
Selanjutnya, masyarakat berduyun-duyun menuju ke Sungai Lemau yang mengalir di tengah perkampungan desa Air Napal. Sungai itu menjadi tempat penyelenggaraan Kedurai Agung karena diyakini merupakan jalur perlintasan arwah para leluhur dan mampu menghanyutkan segala penyakit ke laut.
Selama dua puluh tahun tidak menyelenggarakan Kedurai Agung, wilayah sungai lemau itu nyatanya kerap dilanda musibah. Bermacam penyakit kerap melanda masyarakat di wilayah ini. Dan yang paling mendasar menurut pak Riskan Kepala desa Air Napal, hilangnya hak atas tanah yang mereka miliki. Tanah garapan yang diwariskan nenek moyang tun jang ini telah di rampas oleh perusahaan perkebunan sawit. Makanya kita kembali melakukan ritual ini, agar segala mara musibah menjauh dari desa kami. ujang Pak Riskan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Asli. M, Tokoh Adat desa Air Napal, meyakini penyakit itu menandai awal bumi panas atau malapetaka. Salah satu pemicunya, ya, karena tidak diselenggarakannya kedurai yang seharusnya diadakan satu kali setiap tahun. Sepertinya kami sudah mendapat peringatan untuk meminta maaf kepada alam yang dijaga para leluhur. Untuk menghindari malapetaka yang lebih besar, tradisi Kedurai Agung harus dijalankan kembali,” kata Asli.
Tokoh masyarakat Rejang wilayah Sungai Lemau Ibnu Hajar yang juga wakil komisi III DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan apresiasi terhadap upaya masyarakat dalam melestarian budaya Rejang, Kendurai Agung semacam ini hanya dilakukan oleh masyarakat adat rejang saja, dan kegiatan ini pada prinsipnya sama dimanapun, baik di lebong, rejang lebong maupun di wilayah rejang utara ini.
Ibnu Hajar dalam sambutannya juga mengharapkan kegiatan semacam ini sebaiknya dilakukan setiap tahun sebagai mana lazimnya nenek moyang kita orang rejang melakukannya.
Direktur eksekutif Ulayat Oka Andriansyah mengatakan, Perlunya “bersikap” penting bagi kita yang notabene akan menjadi pewaris bangsa ini. Kearifan lokal yang tertuang dalam kegiatan Kedurai Agung, mitos-mitos alam, atau sifat gotong royong yang diperlihatkan masyarakat ini seharusnya tidak dianggap sebagai sesuatu yang haram, kuno, menyesatkan, maupun sia-sia. Ujung dari kearifan lokal adalah menjaga alam itu sendiri demi keseimbangan alam semesta dimana manusia itu berada didalamnya. Kemodernan berpikir, tidak lantas mengenyahkan warisan leluhur. Ketaatan beragama, juga tidak harus mengadopsi semua doktrin yang sebenarnya tidak sesuai dengan kearifan lokal kita. Jadi Kedurai Agung yang diadakan oleh masyarakat Sungai Lemau di desa Air Napal merupakan bentuk sujud syukur mereka terhadap sang pencifta. selain itu melalui Kedurai Agung ini masyarakat meminta kepada Allah (tuhan) agar kemalangan dan musibah tidak menimpa mereka.
0 comments :
Posting Komentar