Yayasan Ulayat Bengkulu

Antara Kepentingan Pemodal dengan Kemandirian Masyarakat

Ruang gerak ekonomi bagi sebagian daerah mulai menanjak naik, setiap sisi daerah mulai dipenuhi dan diisi oleh beragam jenis usaha. Mulai dari yang swasta lokal maupun swasta nasional, hingga perusahaan pemerintah sendiri. Menanjaknya kesempatan untuk memiliki ruang ekonomi di nasional juga tak luput dialami oleh Provinsi Bengkulu. Sebagai provinsi yang kegiatan ekonominya didominasi oleh bidang pertanian dan perdagangan, serta kelautan ini, dapat menjadi rupa dasar bagi pemerintah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, serta mempertahankan kemandirian ekonomi masyarakat Bengkulu.

Tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya di daerah yang penduduknya berjumlah tak kurang 1.713.393 jiwa ini , salah satunya berkat dukungan dari pemerintah serta gencarnya kampanye yang dilakukan, bahwa perlunya sarana, prasarana, serta keamanan yang kondusif agar para investor mau datang ke Bengkulu. Sudah pasti tentunya bahwa, ketika investor mulai melirik dan kemudian menanamkan modalnya, pemerintah pun mulai turun untuk menyediakan apa saja yang diperlukan.

Realitas yang terjadi sudah bisa ditebak tentunya, bukan hanya menanamkan modal, melainkan para investor/ pengusaha juga membutuhkan tempat. Tanah milik rakyat harus dilepas.! Dilematika pun terjadi ketika masyarakat, khususnya orang bengkulu, yang telah bertahun – tahun, bahkan ada yang sudah mengelola tanah dari zaman pra kolonial secara turun temurun pun, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, ridho atau tidak ridho, harus menyerahkan lahan milik mereka yang telah menjadi sumber penghidupan utama bagi anak dan keluarga. Ironisnya, pemerintah Bengkulu dengan kedok normatifnya yang selalu disampaikan lewat media, bahwa saat ini perekonomian Bengkulu sudah menanjak naik, dengan kehadiran investor ke Bengkulu keluar begitu saja. Masyarakatpun di paksa untuk menerima anggapan bahwa hasil selama ini yang mereka kerjakan sendiri, dari lahan milik mereka sendiri, tidak memberikan kontribusi apa – apa, kemudian pemerintah mempertontonkan kepada masyarakat sebuah solusi bahwa investor lah yang selama ini ternyata memiliki andil akan peningkatan perekonomian Bengkulu.

Tidak ada yang gratis
Provinsi Bengkulu yang berlokasi di pantai barat pulau sumatera ini,  memiliki luas wilayah 19.788,7 Km2 atau 1.978.870 Ha atau berkisar 4,5 % dari total luas pulau sumatera, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.713.393 jiwa ini. 

Dalam perkembangannya, kondisi peruntukan lahan bagi masyarakat Bengkulu, saat ini semakin sempit dan tertutupi dengan masuknya investor di bidang perkebunan, dan pertambangan, Dari rentang awal berdirinya usaha perkebunan maupun pertambangan yang ada di Bengkulu, menyimpan beragam masalah yang diibaratkan seperti api dalam sekam. Penggusuran lahan, Pengusiran paksa, perusakan tanaman milik warga serta pengerahan aparat yang sangat berlebihan ditambah lagi pemerintah daerah yang dengan mudahnya memberikan izin, tanpa memperhatikan kehidupan sosial budaya serta keadaan lahan sebelumnya, semakin memperjelas dugaan terjadinya "perselingkuhan" antara Pengusaha dengan Pemerintah. Ada beberapa sengketa/konflik agraria di Provinsi Bengkulu yang hingga saat ini tidak mendapat perhatian yang berkeadilan dari pemerintah daerah.

gbr : Stock Pile Pasir Besi Milik PT. Bengkulu Mega Steel di Kaur
Hingga saat ini, terhimpun di Kab. Bengkulu Tengah, masyarakat desa di 2 Kecamatan (Bang Haji dan Pematang Tiga) menuntut lahan seluas 6000 Ha milik mereka yang telah di serobot oleh perusahaan perkebunan sawit, PT. Bio Nusantara Teknologi untuk dikembalikan, dalam konflik yang terjadi dari tahun 1982 hingga saat ini, 4 Orang warga pemilik lahan dari Desa Genting dabuk Ditangkap. Selain itu, kasus perizinan rencana masuknya perusahaan pertambangan penambangan Batu bara yang akan dilakukan PT. Bara Mega Quantum (PT. BMQ) di Desa Rindu Hati, Kec. Taba Penanjung, Kab. Bengkulu Tengah. Pada juli 2010, dalam sidang Amdal yang digelar, masyarakat 4 Desa, telah menolak masuknya perusahaan pertambangan PT. Bara Mega Quantum. Akan tetapi, pada sidang Amdal yang ke II, tepatnya pada 30 Desember 2011, masyarakat dikejutkan dengan telah dikeluarkannya izin prinsip oleh Bupati Bengkulu Tengah, serta Dikeluarkannya Yayasan Ulayat Bengkulu dari keanggotaan komisi AMDAL.

PT. Bara Mega Quantum, dalam izin yang di keluarkan dalam bentuk SK Bupati Kabupaten Bengkulu Tengah No 205 tahun 2009 kode : KW.BT.09.DPESDM.09, oleh Penjabat Bupati Bengkulu Tengah saat itu, Bambang Suseno, dengan luas lahan ± 2000 Ha, dan tepat berada di kepala Sungai Rindu hati serta beberapa peninggalan batu bersejarah dan Danau Telaga Putri.

Di lain Lokasi, lahan seluas 6.328 Ha di Kab. Bengkulu Utara dan Kab. Seluma yang saat ini di kelola oleh PT. Sandabi Indah Lestari (PT.SIL) hingga saat ini bermasalah dengan masyarakat sekitar. Lahan yang sebelumnya dikelola oleh PT.Way Sebayur tersebut, dilelang dan dimenangkan oleh PT.SIL, akan tetapi masyarakat yang telah sejak 1997 telah mengelola lahan tersebut diusir.

Di kabupaten Bengkulu Utara, PT. Grand Jaya Niaga (PT.GJN) berkonflik dengan masyarakat desa Jabi Lama, konflik lahan seluas 220 Ha ini yang bermula dari dijualnya tanah milik warga oleh oknum aparat desa tanpa sepengetahuan oleh pemiliknya. Ironisnya PT. GJN tidak melakukan sosialisasi dengan masyarakat, tidak melakukan penelusuran kepemilikan lahan, dan tidak menelusuri akar sejarah dari desa Jabi tersebut.
Di Kabupaten Kaur, PT. Desaria Plantation Mining (PT. DPM), menyerobot lahan milik masyarakat adat Semende Muara Sahung, Tanjung Agung, dan Marga Sambat. Lahan yang diserobot tersebut seluas 5000 Ha. PT.DPM, yang mendapatkan izin dari Bupati Kaur pada tahun 2009 dengan total luas lahan seluas 16.400 Ha ini, hingga saat ini belum ada titik penyelesaian.

Bukan hanya perusahaan perkebunan swasta besar, perkebunan besar milik pemerintah juga turut berkonflik dengan masyarakat yang berada di desa Pring Baru, Kec. Semidang Alas Maras, Kab. Seluma. PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII). konflik berawal dari adanya rencana eksekusi lahan milik warga oleh perusahaan seluas 518 Ha, padahal lahan seluas 518 Ha tersebut tidak termasuk dalam area yang boleh digarap perusahaan, karena lahan tersebut sah milik masyarakat. Akan tetapi perusahaan, melakukan perusakan tanaman milik warga dengan menggunakan alat berat pada malam hari, dipastikan kebun kopi serta sawah milik masyarakat hancur. Akibatnya masyarakat protes, dan PTPN VII melakukan hal yang sama seperti perusahaan lainnya, mengerahkan aparat keamanan. Pada tahun 2005, 1 orang meninggal dunia, dan 1 orang terluka parah (walhi Bengkulu). buntut dari bentrokan tersebut, masyarakat menyandera salah seorang manajer PTPN VII, bernama Nur’al.

Dari beberapa uaraian diatas, konflik agraria yang terjadi dengan masyarakat yang terjadi saat ini hanyalah, puncak dari gunung es, masih banyak konflik agraria lainnya yang hingga saat ini belum naik kepermukaan, dan bahkan bibit atau potensi konflik pun hanya tinggal menunggu waktunya.

Semisal di kabupaten Kaur saja Ada beberapa perusahaan dibawah ini, yang memiliki potensi terjadinya konflik dengan masyarakat sekitar.
No
Nama Perusahaan
Sektor/bidang usaha
Luas lahan
Lokasi
(Kecamatan)
1
Dinamika Selaras Jaya, PT
Kelapa Sawit
9.483 Ha
Kaur Utara, Tj. Kemuning, Pdang Guci ilir, Pdang Guci Hulu
2
Sepang Makmur Perkasa, PT
Kelapa sawit
10.000 Ha
Muara Sahung, Tetap, Kaur selatan, dan Maje
3
Era Guna Mitra, PT
Kelapa Sawit
Sawit
1. 510 Ha
Tetap, Kaur Tengah, Tj. Kemuning,
4
Ciptamas Bumi Selaras, PT
Kelapa Sawit
10.000 Ha
Nasal dan Maje
5
Anugerah Pelangi Sukses, PT
Kelapa Sawit
Pabrik
50 Ha
Tanjung Kemuning
6
Tagara Agro Rafflesia, PT
Kelapa Sawit
350 Ha
Semidang Gumay
7
Selo Moro Banyu Arto, PT
Pasir Besi
1295.55 Ha
Maje dan nasal
8
Bengkulu Mega Steel
Pasir Besi
58.66 Ha
Nasal
9
Cakra Buana, CV
Pasir Besi
3.609 Ha
Semidang gumay, Kaur Tengah, Tetap, Kaur Selatan, Maje
Batu Besi
17.241 Ha
Semidang gumay, Kaur Tengah, Tetap, Kaur Selatan, Maje
10
Bukit Resources, PT
Pasir Besi
4.263 Ha
Nasal
11
Maha Bara Karya
Biji Besi
5.815,41 Ha
Nasal
12
Sebuku Mitra Energi, PT
Biji Besi
19.298 Ha
Nasal dan Maje
13
Berangas Prima South, PT
Biji besi
20.760 Ha
Luas dan Muara Sahung
14
Bumi Hamilton Resources, PT
Biji Besi
5.998 Ha
Kaur Tengah
15
Asia Hamilton, PT
Biji besi
5. 495 Ha
Nasal

Dari sebagian persoalan yang terjadi antara masyarakat lokal dengan perusahaan, diinventarisir bahwa terjadi persoalan sengketa lahan, dimana masyarakat mengaku memiliki lahan tersebut jauh sebelum perusahaan masuk ke wilayah mereka, dugaan pelanggaran dalam prosedur pemberian izin kepada perusahaan dan perampasan lahan milik masyarakat sekitar pun salah satu penyebab sebagian masyarakat Bengkulu hingga saat ini, Setidaknya, dalam beberapa tahun ini, konflik antara masyarakat pemilik lahan dengan perusahaan perkebunana mulai mencuat.

Sangat disayangkan pemerintah Bengkulu hingga saat ini, hanya menganggap persoalan konflik agraria yang terjadi di Bengkulu, hanyalah ibarat rebut pembagian kerupuk dengan kecil. sanking lambatnya pemerintah dalam merespon setiap persoalan yang terjadi justru akan membuat persoalan yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan yang di back up oleh aparat keamanan, akan menambah runyam.

Sehingga kalaupun kedepan terjadi Bentrok antara warga dengan aparat keamanan, itu semua adalah akumulasi dari persoalan yang tak kunjung usai. persoalan tanah, adalah persoalan keberlangsungan hidup keluarga, persoalan harta. Dan apabila harta serta kehidupannya telah dirusak dan diganggu, maka wajar nyawalah yang akan menjadi taruhan.

Bencana ekologis.
Seiring dengan konflik agrarian yang terjadi, pemerintah juga luput dalam memperhatikan aspek lain dalam konflik agrarian yang terjadi. Bahwa saat perusahaan masuk, maka secara perlahan namun pasti akan turut juga merubah ekologi yang ada di tempat dimana berdirinya perusahaan tersebut. Pemerintah lupa bahwa, tercemarnya DAS Sungai Bengkulu hingga kini belum ada penyelesaian.

Sungai Rindu hati yang saat ini masih jernih, dan masyarakat masih bangga akan hasil dari padi dan kopi yang mereka tanam sendiri dan dilahan sendiri, tidak lama lagi akan berubah 180 derajat. Bagaimana tidak, pada Tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah mengeluarkan izin kepada perusahaan tambang batubara, yaitu PT. Bara Mega Quantum. Dalam izin yang ditanda tangani oleh Penjabat Bupati Bengkulu Tengah tersebut, lahan seluas 2000 Ha yang ada Desa Rindu Hati akan dipergunakan bagi pertambangan Batubara. Ironisnya lagi, dari 2000 Ha lahan tersebut, termasuk juga sawah, serta kebun milik warga Rindu hati. Selain itu, Sungai Rindu hati yang selama ini bagi masyarakat Rindu hati dijadikan sebagai Sumber Irigasi utama, serta kebutuhan air minum di desa tersebut, akan hilang. Yayasan Ulayat Bengkulu, bersama Walhi Bengkulu telah berulang kali mengingatkan pemerintah akan dampak negatif yang akan terjadi, apabila konflik yang terjadi saat ini, tidak segera diselesaiakan secara berkeadilan, dan juga dampak negatif lainnya yang diterima masyarakat sekitar dan masyarakat di Kota Bengkulu nantinya apabila persoalan pembukaan tambang di Hulu DAS Air Bengkulu tetap dilakukan.

(Benny R)
Published Ulayat Bengkulu
Share on Google Plus

About Benny Ritonga

Ulayat Adalah Organisasi Non Pemerintah yang didirikan pada tanggal 26 januari 2000 di Bengkulu. Aktivitas utama Ulayat meliputi pelayanan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, melakukan pemantauan kasus-kasus kehutanan dan perkebunan, melakukan inventarisasi model-model pengelolaan sumberdaya alam berbasis rakyat dan advokasi kebijakan lingkungan di Indonesia.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Posting Komentar