Jakarta, Kompas - Kementerian Kehutanan mengkaji usulan mengonversi 540 hektar kawasan konservasi Pusat Latihan Gajah Seblat, Bengkulu, sebagai lahan tambang. Mereka menjanjikan kajian menyeluruh.
Seperti diberitakan, area yang akan diturunkan statusnya menjadi hutan produksi itu merupakan jalur lalu lalang gajah. Konversi bisa mengancam keberadaan puluhan gajah sumatera dan harimau sumatera.
”Kajian belum selesai,” ujar Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Senin (27/8), di Jakarta. Kajian tim Kemenhut akan memaparkan fakta dan dampak lengkap konversi kawasan konservasi itu.
”Kalau dari sisi ekonomi, pasti membawa peningkatan pendapatan. Bagaimana dampak sosial serta kelestarian fauna dan satwanya? Untuk itu, perlu kajian lengkap,” kata Darori.
Meski masih dikaji, rencana konversi sebagian Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat itu meresahkan. Alih fungsi sebagian lahan PLG jadi hutan produksi diprediksi meningkatkan konflik antara fauna liar dan masyarakat.
Anang Widyatmoko dari Elephant Care Community Bengkulu mendesak Kemenhut tak menerbitkan surat perubahan peruntukan hutan. Ia menyebut, 750 hektar dari total 6.805 hektar PLG Seblat akan digunakan sebagai lahan tambang dan kelapa sawit.
”Sekeliling PLG ini perkebunan sawit, ada parit-parit pemisah (tak bisa dilalui gajah). Kalau hutan dikurangi, gajah bisa menyerang permukiman sekitar. Mengkhawatirkan,” ujarnya.
Picu konflik
Seekor gajah butuh area sekitar 7 hektar untuk memenuhi kebutuhan pakan dan berlalu lalang. Pengurangan kawasan hutan hanya akan memicu konflik gajah dan manusia seperti tahun 2011. Saat itu, tujuh gajah mati diracun di sekitar PLG Seblat.
Selain di kawasan konservasi, sebagian habitat gajah juga di hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan area peruntukan lain yang rentan dialihfungsikan pemerintah. Tak sedikit habitat gajah yang dirambah dan menjadi lahan hak guna usaha (HGU) untuk perkebunan kelapa sawit atau kebun masyarakat.
Ia menunjukkan, koridor antara PLG dan Taman Nasional Kerinci Seblat telah terputus. ”Di sana terbit HGU untuk transmigrasi. Koridor amat penting bagi ekologi satwa, tapi hilang dengan alasan kebutuhan manusia,” ungkapnya.
Analisis menunjukkan, deposit batubara di kawasan PLG Seblat dan sekitarnya, lebih kurang 20 juta ton, adalah salah satu yang terbesar di Bengkulu. Hal ini mengundang perusahaan beramai-ramai melakukan eksploitasi. (ICH)
0 comments :
Posting Komentar