PEMATANG TIGA – Sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan investor semakin banyak terjadi di Provinsi Bengkulu. Setelah sengketa warga dengan PT Sendabi Indah Lestari (SIL) dan PTPN VII di Kabupaten Seluma, kini sengketa antara warga dan PT Bio Nusantara Teknologi (PTBNT) di Bengkulu Tengah (Benteng) juga mencapai puncaknya. Akibat amuk massa ini, sejumlah fasilitas milik PT Bio dan PTPN VII dibakar warga. Fasilitas PT Bio yang dibakar massa meliputi 2 buah kantor masing-masing di Afdeling IV di Desa Air Merah Kecamatan Bang Haji dan Afdeling V di Desa Genting Dabuk Kecamatan Pematang Tiga, 1 unit rumah karyawan di Desa Air Merah Kecamatan Bang Haji.
Aksi pembakaran paling parah menimpa kantor PT Bio di Afdeling IV. Sekitar pukul 21.00 WIB tadi malam, puluhan warga membakar kantor PT Bio dan 1 rumah karyawan yang berdekatan. Namun untung karyawan perusahaan tadi malam sudah tidak berada di lokasi lagi karena suasana sudah panas sejak Rabu (9/11) pagi.
Kantor PT Bio di Afdeling IV yang dibakar massa tadi malam sudah rata dengan tanah. Begitu juga rumah karyawan yang dibakar rata dengan tanah. Sedangkan kantor perusahaan di Afdeling V Desa Genting Dabuk juga dibakar massa sekitar pukul 17.00 WIB Rabu (9/11) sore, namun tidak sampai menghanguskan seluruh bangunan.
Informasi yang dihimpun RB hingga berita ini diturunkan, massa masih berkumpul di tiga titik wilayah Kecamatan Bang Haji dan Pematang Tiga. Hingga tadi malam, massa sudah bergerak mendekati Afdeling III dan Afdeling VII. Sebagai gambaran, jarak dari Afdeling IV yang dibakar menuju Afdeling III sekitar 3 km. Begitu juga jarak antara Afdeling V dengan Afdeling VII sekitar 3 km.
PT Bio yang bergerak di bidang perkebunan sawit mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) seluas 6.000 hektare yang tersebar di 3 kecamatan Kabupaten Benteng masing-masing kecamatan Bang Haji, Pematang Tiga dan Pondok Kelapa. Dalam operasional sehari-harinya, PT Bio membagi wilayah kerja menjadi 9 Afdeling ditambah 1 camp inti yang berada di Desa Air Napal Kecamatan Bang Haji. HGU PT Bio ini baru berakhir tahun 2025.
Kronologis Aksi Warga
Informasi terhimpun, sekitar pukul 07.00 WIB Rabu (9/11) pagi, ratusan warga dari 20 desa yang tersebar di 3 kecamatan (Bang Haji, Pondok Kelapa dan Pematang Tiga), menduduki camp inti PT Bio yang berada di Desa Air Napal serta kawasan tapal batas antara lahan HGU PT Bio dan lahan yang diklaim milik warga. Tapal batas ini sudah dipatok warga dan sebagian besar masuk wilayah Desa Genting Dabuk Kecamatan Pematang Tiga.
Ratusan warga yang membawa parang mencoba menjaga tapal batas karena khawatir dengan aktivitas 35 orang buruh PT Bio yang memetik sawit di lahan yang diklaim warga. Warga yang emosi memaksa buruh harian PT Bio menghentikan aktivitas memetik sawit. Namun buruh harian tersebut melawan. Sehingga terjadi kericuhan antara warga dan buruh tersebut. Untung sebelum terjadi bentrok fisik, anggota Dalmas dan Intel Polres BU yang stand by di lokasi langsung mengamankan kericuhan. Melihat pengamanan polisi, warga malah terlibat keributan dengan polisi karena mengira polisi memihak PT Bio. Bahkan, nyaris saja terjadi adu jotos antara salah satu warga dengan anggota intel Polres BU.
Kericuhan baru berhenti, setelah 40 anggota Dalmas bersenjata lengkap mengusir warga. Di sisi lain, buruh harian PT Bio juga menghentikan kegiatan panen sawit.
Duduki Camp Inti
Di lokasi lain yang berjarak sekitar 4 km, sekitar 200 warga dari masyarakat Sungai Lemau (MSL) sejak pukul 07.00 WIB juga menduduki camp inti di Desa Air Napal. Mereka menuntut sebagian lahan HGU yang digarap PT Bio diserahkan kepada warga karena diklaim milik mereka. Dari total 6.000 hektare HGU milik PT Bio, terdapat 1.000 hektare yang diklaim milik warga. Inilah yang memicu sengketa antara warga dan PT Bio dan belum terselesaikan sampai meletusnya kericuhan kemarin hingga tadi malam.
Untuk mencari titik temu, 9 orang perwakilan masyarakat yang diketuai Asli (60), mantan Kades Air Napal, berdialog dan melakukan negosiasi dengan pihak PT. Bio yang diwakili Kabag Humas PT Bio, Ramsan S.Ip dan pengacara PT Bio, Erwin Sagitarius, SH, MH. Dalam kesempatan itu, warga meminta komitmen PT Bio untuk menyerahkan lahan yang sudah dipatok karena menilai pihak perusahaan tidak konsisten dengan janji. Versi warga, PT Bio pernah berkomitmen tidak akan melakukan aktivitas penggarapan di atas lahan yang dipatok warga. Namun pagi kemarin, di atas lahan yang dipatok itu pihak PT Bio justru memanen sawit.
‘’Kami tidak ingin masalah ini berlarut, tolong pihak perusahaan ambil sikap dan buat keputusan. Serahkan lahan yang kami tuntut, sebab lahan itu milik warga. Kalau tidak, kami siap bertahan dan tidak takut di penjara,’’ ujar Asli. Apa tanggapan pihak PT Bio? Kabag Humas PT Bio Ramsan didampingi Erwin Sagitarius menyatakan tidak bisa menjawab tuntutan warga. Alasannya, mereka tidak berwenang mengambil keputusan karena masih harus menunggu unsur pimpinan yang saat ini sedang berada di Jakarta.
‘’Kalau keinginan warga demikian, kita tidak bisa memberikan keputusan. Kekuasaan tertinggi ada pada pimpinan, bukan pada kami. Jadi tunggu dulu pimpinan, kalau dari kami tetap menjalankan proses hukum, dan tetap mempertahankan lahan itu, karena masih Hak Guna Usaha (HGU),’’ ujar Erwin yang didampingi Ramsan. Terkait lahan yang dipatok warga dan tidak mengizinkan pekerja harian beraktivitas, pihak PT Bio menganggap itu klaim sepihak. Pihak perusahaan tidak pernah mengakui klaim tersebut.
‘’Memang kita yang meminta pekerja memetik sawit, sebab keinginan warga merupakan keinginan sepihak. Perusahaan tidak pernah menyetujui lokasi lahan dipatok dihentikan aktivitasnya sementara, mengingat lahan tersebut siap dipanen, ya kita panen,’’ ujar Ramsan. Karena tidak ada hasil memuaskan, perwakilan warga yang emosi memilih keluar ruangan. Mereka lalu melakukan pemblokiran jalan masuk ke camp inti. Seluruh petinggi PT Bio dan pengacara sempat “tersandera” selama 4 jam karena tidak diizinkan keluar oleh warga yang berkumpul di jalan masuk camp inti dan jalan perkebunan.
Mobil Pengacara Dihadang
Kericuhan sempat terjadi, ketika pengacara dan humas PT Bio secara diam-diam masuk mobil dan hendak ingin kabur keluar perkebunan. Namun laju kendaraan mereka langsung dicegat oleh warga yang menyemut di jalan masuk perkantoran dan jalan perkebunan. Warga langsung mendekati mobil dan meminta kembali ke lokasi perkantoran.
Dihadang warga sedemikian rupa membuat sang pengacara Erwin Sagitarius ikut-ikutan emosi. Dia sempat membuka kaca dan tangan kanan menunjuk-nunjuk warga. Karena kaca mobil terbuka, warga sempat melihat tangan kiri Erwin memegang pistol jeni shoft gun. Mengetahui Erwin membawa pistol, warga semakin emosi. Mereka lalu meminta Erwin turun dari mobil. Entah apa jadinya kalau Erwin benar-benar turun dari mobil. Sebab, semua warga membawa senjata tajam seperti pisau, pedang, golok. Bahkan ada yang membawa samurai.
Untung saja, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan polisi cepat turun tangan. Lepas dari ribut dengan pengacara, warga malah terlibat ribut mulut dengan polisi. Warga beranggapan polisi cenderung memihak ke PT Bio.
Kapolres BU, AKBP Harries Budiarto, S.Ik, M.Si yang turun langsung ke kawasan PT Bio mengatakan pihaknya tidak berpihak baik kepada PT Bio maupun ke warga. Sesuai tugas Polri, pihaknya hanya melakukan pengamanan untuk menghindari anarkisme warga. ‘’Anggota kita sudah stand by di sini sejak Selasa (8/11) kemarin, sekitar 100 petugas campur anggota Dalmas dan intel. Kita juga menambahkan kekuatan sebanyak 100 personel anggota shabara yang bersenjata lengkap. Karena mengingat belum ada tanda-tanda kondusifnya antara warga dengan MSL,’’ ujar Kapolres.
Terkait pembakaran yang dilakukan warga, Kapolres mengaku akan mengusut tuntas. Dimana ciri-ciri pelaku sudah ada ditangan pihak intel yang segera melakukan penangkapan. ‘’Sampai masalah ini tuntas, kita tetap menjaga kawasan PTBN. Kalau pembakaran yang diduga besar perbuatan warga MSL, akan kita usut tuntas. Ini perbuatan kriminal dan harus diselesaikan secara hukum,’’ demikian Kapolres.
Pembakaran Sore Hari
Sementara itu, setelah pertemuan dengan pihak PT Bio tidak menghasilkan keputusan, ratusan warga yang tadinya berada di camp inti beralih menuju kantor Afdeling V yang terletak di Desa Genting Dabuk. Posisi Afdeling V memang di atas camp inti.
Sekitar pukul 17.00 WIB, warga kemudian membakar kantor PT Bio Afdeling V tersebut. Sebelum menyulut api, warga terlebih dahulu menyiram 2 jerigen bensin ke kantor Afdeling V tersebut. Namun beruntung, sebelum api menghanguskan seluruh bangunan, penjaga Afdeling V, Munif (53) cepat memadamkan api dibantu ibu-ibu yang memang tinggal di base camp Afdeling V. Yang tinggal di base camp Afdeling V ini ada 15 KK.
Pantauan RB, sekelompok warga melakukan pengancaman kepada pekerja harian PT Bio yang berada di seluruh Afdeling. Namun dari 9 Afdeling, warga mendapat perlawanan di Afdeling V. Sedangkan di Afdeling lainnya, sebagian memilih mengungsi ke camp inti dan ke desa sekitar.
‘’Kelompok tadi datangnya dari arah bawah, dan melempar camp warga sekitar kantor. Selain itu meminta warga mengangkut seluruh barang, dan beberapa orang lagi menyiram bensin dan membakar. Untung saja kami beri perlawanan dan api bisa dimatikan, hanya beberapa bagian kantor yang terbakar,’’ ujar penjaga Camp V, Munif (53).
Tidak hanya itu, warga sekitar camp yang memegang senjata tajam seperti samurai, golok dan pedang juga membuat barisan. Kelompok warga tersebut mundur dan kabur dari wilayah Camp. Bahkan salah satu dari kelompok orang ini, mengancam akan membakar camp pada malam hari.
‘’Kelompok ini juga sempat duel dengan anak saya yang baru pulang dari Bengkulu, Anton. Untung saja anak saya itu diberikan pedang sebuah, karena kondisi saat ini panas. Anak saya nyaris membacok salah satu dari kelompok tersebut, dan membuat mereka kabur,’’ terang Munif didampingi sang istri Waliyah (52). (rif)-RB
0 comments :
Posting Komentar