BENGKULU,KOMPAS – Kementerian Kehutanan melepas status 2.192 hektar hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi di Provinsi Bengkulu menjadi kawasan budidaya dan permukiman. Pemerintah daerah ditenggarai mengambil manfaat ekonomis dari kebijakan itu dengan mengedapankan kepentingan masuknya pemodal besar.
Hal itu disampaikan Direktur Regional Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Bengkulu Nurkholis Sastro, Rabu (25/1). Dengan melepas status hutan, fungsi ekologi jauh berkurang. Yang muncul dominant justru nilai ekonomisnya. “Jika nilai ekonomis yang dominan, pemerintah akan lebih cenderung mengutamakan kepentingan pemodal besar daripada memberikan akses kepada masyarakat,” katanya.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 643 Tahun 2011 tertanggal 10 November 2011, hutan seluas 33.205 hektar di Provinsi Bengkulu di ubah fungsi dan statusnya. Perinciannya, 2.192 hektar kawasan hutan dilepaskan statusnya jadi kawasan permukiman dan budidaya dan 31.013 hektar sisanya statusnya diturunkan. Kebijakan tersebut sesuai usulan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Usulan awal seluas 90.000 hektar.
Menurut Sastro, jika pelepasan status hutan dilakukan untuk kepentingan rakyat, mengapa pemerintah tidak meredistribusikan lahan hak guna usaha (HGU) dan kuasa pertambangan (KP) yang terlantar untuk masyarakat. Dengan demikian, warga Bengkulu yang sebagian besar petani memiliki lahan garapan.
Berdasarkan data kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkulu terdapat 6.000 hektar lahan HGU telantar milik 16 perusahaan. Redistribusi lahan HGU telantar dalam konteks reforma agrarian menjadi salah satu pilihan penyelesaian konflik lahan.
Kepala Bidang Tata Ruang dan Kerja Sama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu Abriyani mengatakan, yang menjadi dasar pertimbangan pelepasan status hutan semata – mata untuk kebutuhan masyarakat. Contoh hutan produksi (HP) yang berubah jadi kawasan budidaya dan permukiman adalah HP Air Dikit di Kabupaten Mukomuko. Di lokasi itu sudah terdapat dua desa definitive, yakni desa Sidomulyo dan Sendang Mulyo. Sejumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti sekolah dan puskesmas, telah terbangun di wilayah itu.
Sastro menambahkan, pembentukan enclave dan relokasi warga dari kawasan hutan merupakan opsi yang bisa ditempuh pemerintah jika pro kepada rakyat. Namun, pilihan itu tidak diambil. Pemerintah lebih suka melepas kawasan hutan karena nilai ekonomis dari itu berpotensi menguntungkan mereka.
Adapun kawasan hutan yang diturunkan statusnya di antaranya adalah HP yang diubah menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 9.343 hektar, HP menjadi taman wisata alam (TWA) seluas 6.325 hektar, dan hutan lindung (HL) menjadi hutan produksi terbatas (HPT) seluas 5.358 hektar.
Kepala Bappeda Provinsi Bengkulu Edy Waluyo menambahkan, adanya hutan yang fungsi dan statusnya berubah, Bengkulu masih memiliki hutan yang luas. Saat ini, luas hutan Bengkulu masih sekitar 920.964 hektar, atau lebih kurang 41 persen dari luas wilayah Bengkulu. (ADH).
0 comments :
Posting Komentar