Yayasan Ulayat Bengkulu

Redistribusi Lahan HGU Tekan Konflik Agraria

Penelantaran Hak Guna Usaha (HGU) hingga bertahun-tahun menjadi salah satu penyebab utama konflik tanah di Provinsi Bengkulu. Kondisi masyarakat sekitar yang berdampingan dengan lahan HGU, yang umumnya mengalami ketertinggalan ekonomi, mendorong masyarakat memanfaatkan lahan HGU. 

Karena itu, pencabutan HGU yang telah ditelantarkan dan redistribusi lahan kepada masyarakat mutlak diperlukan. “Ini fakta, rata-rata masyarakat yang berdampingan dengan HGU adalah mereka yang tertinggal secara ekonominya. Salah satu gerbang konflik bermula dari sini,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Sumatera (YKS) Bengkulu Hexa Prima Putera, Rabu (18/1). 

Ironisnya, lanjut Hexa, sikap aparatur pemerintahan desa dan kecamatan yang cenderung pragmatis ikut memperbesar potensi konflik tersebut. “Tidak sedikit juga para aparaturnya yang malah memberikan izin untuk pemanfaatan HGU tersebut. Asal ada sejumlah uang, HGU terlantar tadi bisa dikelola oleh masyarakat,” ujar Hexa. Seperti konflik terhadap PT. Sandabi Indah Lestari (SIL) yang menjadi pemegang kuasa HGU atas lahan eks HGU PT. Way Sebayur di Seluma dan Bengkulu Utara. Lahan seluas 6.328 hektar yang sebelumnya terlantar karena sudah tidak digarap oleh PT. Way Sebayur, akhirnya digarap dan dikelola masyarakat.

“Harusnya pemerintah segera ambil peran, lahan yang terlantar sekian tahun tersebut diproteksi dari para penggarap. Tapi apa kenyataannya, dari tahun 1997 masyarakat memanfaatkan lahan tersebut,” ujar Hexa. Pasca terpilihnya PT. SIL sebagai pemenang lelang atas HGU di lahan tersebut, PT. SIL menggusur seluruh masyarakat penggarap di lahan terlantar tersebut. Masyarakat penggarap yang sudah menggarap lahan tersebut, harus disingkirkan. 

“Di sinilah potensi konflik sosialnya semakin besar, yang kemudian diperkeruh lagi oleh langkah mediasi yang dilakukan oleh pemerintah, juga tidak maksimal. Masyarakat terlanjur mendapatkan manfaat dari lahan yang telah mereka garap sedemikian rupa,” ujar Hexa.

Karena itu, lanjut Hexa, langkah yang akan diambil oleh Pemprov melalui BPN yang akan menertibkan lahan-lahan HGU yang sudah terlantar tersebut harus dilakukan. Mengingat potensi konflik yang membayangi dari penelantaran HGU tersebut bagi masyarakat sangat besar.  “Antisipasi konflik harus segera dilakukan, kalau memang BPN ingin memverifikasi lagi HGU yang terlantar, baguslah. Bila perlu tidak usah lama-lama waktu verifikasinya, 2 tahun saja terlantar, segera cabut izin HGUnya dan kembalikan saja semuanya ke masyarakat, biar masyarakat yang mengelolanya,” ujar Hexa.

Terpisah, Kepala BPN Provinsi Bengkulu Binsar Simbolon, mengatakan bahwa HGU yang terlantar pada prinsipnya selain memang memicu peluang konflik, juga berdampak tidak baik bagi perkembangan daerah. Ribuan hektar yang semestinya bisa dimanfaatkan secara ekonomi, ternyata tidak memberikan kontribusi apapun bagi daerah.

“Sedang diinventarisir sekarang, karena itu kami juga minta peran dari Pemkab setempat untuk menilik persoalan ini, mana-mana saja yang betul terlantar dan tidak segera laporkan ke kami (BPN). Ya..mending didistribusikan ke masyarakat, ketimbang terlantar atau dimanfaatkan untuk kepentingan daerah,” ujar Binsar. (jek) 

Sumber: Radar Bengkulu:  Join Facebook Page Radar Bengkulu: http://www.facebook.com/pages/Radar-Bengkulu/10150117053600591


Share on Google Plus

About Ulayat Blog

Ulayat Adalah Organisasi Non Pemerintah yang didirikan pada tanggal 26 januari 2000 di Bengkulu. Aktivitas utama Ulayat meliputi pelayanan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, melakukan pemantauan kasus-kasus kehutanan dan perkebunan, melakukan inventarisasi model-model pengelolaan sumberdaya alam berbasis rakyat dan advokasi kebijakan lingkungan di Indonesia.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :

Posting Komentar